Pages

31 Oktober 2012

Pemilukada Kalsel, Siapkah?

Re-Publish Tulisan Jadul (part 8)
Ini adalah tulisan yang pertama kali saya kirim ke Harian Umum Radar Banjarmasin, dan dimuat di kolom Opininya pada tanggal 25 Maret 2010

Hajatan besar rakyat Kalimantan Selatan, yaitu pemilihan umum kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun beberapa kabupaten / kota akan dilaksanakan kurang dari 2 bulan lagi. Namun apakah kita sudah siap melaksanakan suksesi pemimpin daerah kita ini?

Sebagai panitia penyelenggara, Komisi Pemilihan Umum (KPU) beserta turunannya merupakan pihak yang menjadi sorotan perihal kesiapan melaksanakan gelaran 5 tahunan ini. Banyak perhatian yang tertuju, baik berupa kritik maupun saran yang berasal dari akademisi, pengamat politik, LSM/ NGO, tokoh pers dan lain – lain yang merupakan bukti bahwa mereka turut peduli akan kesuksesan Pemilukada 2010 ini.



Bahkan kepedulian akan pesta demokrasi ini juga diberikan oleh Australian Electoral Commission (AEC) dalam bentuk kerjasama dengan KPU untuk membuat Buku Panduan KPPS , yang mana KPPS inilah yang merupakan sekelompok orang yang bertanggung jawab atas kesuksesan pemungutan suara di TPS masing – masing.

Untuk menguji kesiapan KPPS, Australian Electoral Commission yang merupakan KPU-nya Australia menggandeng Pusat Studi Ketatanegaraan dan Kebijakan Publik (PUSAKA PUBLIK) untuk melaksanakan simulasi Pemilukada bagi pemilih pemula dan pemilih pemuda yang melibatkan lebih dari 800 pelajar dan mahasiswa di Kalimantan Selatan pada 26 – 27 Maret lalu di Universitas Lambung Mangkurat.

Dari simulasi tersebut didapati bahwa dari 2 KPPS yang dilibatkan, secara umum sudah dapat melaksanakan tugas dengan baik meskipun masih ada berbagai kesalahan seperti adanya anggota KPPS yang berdiri di belakang bilik suara atau lambat memanggil pemilih yang sudah diregistrasi untuk masuk ke bilik suara sehingga membuat antrian memanjang bahkan membiarkan seorang pemilih (yang diskenariokan) memakai kaos kampanye pasangan calon kepala daerah masuk ke dalam TPS. Dalam pelaksanaan simulasi tersebut sangat terlihat KPPS seringkali kecolongan dalam menghadapi tingkah laku peserta.
Sayangnya simulasi tersebut hanya dilakukan di Kota Besar yang mana anggota KPPS kebanyakan sudah mempunyai latar pendidikan yang tinggi. Sehingga mereka dapat mengerti dengan baik isi dari buku panduan dan memahami tugas masing – masing. Namun bagaimanakah dengan anggota KPPS yang ada di daerah pelosok atau pedalaman yang tentunya terbatas akan sumber daya manusia yang berpendidikan baik.

Anggota KPPS yang berjumlah 7 orang dirasa masih kurang cukup untuk menyelenggarakan pemungutan suara mereka kerap kewalahan, bahkan saat memasuki tahap penghitungan surat suara mereka sudah kelelahan dan ditakutkan nantinya mereka sudah kehilangan konsentrasi dengan baik, imbasnya bisa saja terjadi kesalahan – kesalahan dalam menghitung surat suara. Idealnya memang anggota KPPS ditambah dan lebih baik lagi mereka yang menjadi anggota KPPS adalah orang yang masih energik dan mempunyai stamina atau kesehatan prima. Sayangnya dengan anggaran yang terbatas dan aturan hukum mengatur demikian maka yang dapat dilakukan pada saat ini adalah memaksimalkan memaksimalkan peranan anggota KPPS di tiap daerah. Tentunya ini merupakan tantangan yang berat bagi KPU.

Selain kesiapan KPPS, kesiapan para pemilih pun masih kurang matang. Pemilih yang kebanyakan para pemula banyak yang tidak mampu melipat kembali surat suara sebelum dimasukkan ke kotak suara. Ada pula pemilih yang tidak tahu sama sekali apa yang harus dilakukan di dalam bilik suara, di dalam Pemilu Legislatif dan Pilpres lalu kita memilih dengan cara mencontreng, namun untuk pemilukada 2010 ini kembali dengan mencoblos, kebanyakan pemilih tidak mengetahui hal tersebut sehingga banyak yang bertanya-tanya mengapa di dalam bilik suara hanya ada paku dan bukan pulpen.

Hal krusial lain bagi pemilih tentunya adalah tercantum tidaknya nama mereka dalam DPT. Beberapa kali pemilu digelar tetap saja DPT menjadi momok. Termasuk apakah mereka nanti suah mendapatkan kartu pemilih dan undangan / formulir C6 KWK untuk dapat memberikan hak suaranya. Penjelasan yang tidak kalah penting adalah bagaimana cara memberikan suara bagi orang yang mempunyai hak pilih namun sedang bekerja di kota lain serta bagaimana proses pemungutan suara di tempat – tempat khusus seperti rumah sakit.

Hal lain yang perlu dicermati yakni tentang keberadaan saksi di TPS merupakan sesuatu yang penting, mengingat untuk melaksanakan pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil diperlukan saksi yang mengikuti seluruh rangkaian pemungutan suara. Agar nantinya tidak menjadi komplain yang berlebihan atau gugatan hasil pemilu. Akan tetapi lagi – lagi saksi yang harus mengamati seharian penuh dikuatirkan terganggu konsentrasi karena lelah.

Simulasi memang hanyalah pelaksanaan pura-pura. Namun alangkah lebih baik lagi jika dari kegiatan itu dapat dijadikan ajang pra-evaluasi bagi KPU dalam mempersiapkan Pemilukada. Masih terdapat banyak PR bagi KPU, baik mempersiapkan KPPS maupun sosialisasi kepada para pemilih. Nampaknya KPU harus bekerja lebih keras lagi.

Pemilu memang melelahkan dan memakan anggaran yang banyak, namun itulah harga yang pantas kita bayar untuk mendapatkan pemimpin yang benar – benar kita idam – idamkan. Namun mudah – mudahan nanti terpilih pemimpin yang mampu membangun dengan demokratis pula, bukan pemimpin yang hanya mengakomodir orang dekat saja.

Kesiapan pelaksanaan pemilukada harus harus benar – benar matang. Kontrol dari media massa, akademisi serta LSM / NGO di Kalimantan Selatan turut membantu KPU, segala kritik yang disampaikan janganlah menjadi bibit kebencian, namun jadikan itu sebagai bibit kasih sayang serta bentuk perhatian dan kepedulian bersama demi terselenggaranya pemilu yang demokratis yang sesuai dengan hukum dan perundang – undangan yang berlaku serta mempunyai legitimasi dari rakyat. Karena demokrasi itu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

4 komentar:

Silakan Komentar