Pages

31 Oktober 2012

Menata Ulang Hukum Indonesia

Re-Publish Tulisan Jadul (part 6)
Tulisan ini juga sudah dikirim ke Banjarmasin Post pada tanggal 16 Desember 2009, tapi tidak dimuat juga :(


Selayaknya hukum dibuat sebagai sebuah perjanjian dalam suatu tatanan masyarakat. Hukum ada untuk melindungi manusia dari pelbagai benturan kepentingan yang terjadi bagi setiap orang, tidak peduli ia kaya atau miskin, bahkan kedudukan atau status sosial lainnya, hukum ada untuk menjamin keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun dimanakah letak keadilan itu sesungguhnya?

Miris hati ketika mencermati perkara hukum yang membelit “rakyat kecil” di negeri ini. Kasus pencurian kakao, semangka, kapas dan berbagai perkara serupa yang akhir – akhir ini senantiasa menghiasi layar kaca membuat kita bertanya-tanya, dimanakah hukum yang adil itu? Kalau merujuk pada ketentuan hukum yang berlaku secara legal formal, mereka jelas bersalah. Namun mengapa sebagian besar masyarakat justru menilai ini tidak adil, mengingat disaat yang bersamaan penegakan hukum atas perkara yang sangat besar seperti kasus korupsi dan mafia peradilan yang melibatkan oknum pejabat dan konglomerat seakan sulit dilaksanakan.  Salahkah jika kita menganggap bahwa hukum seakan memiliki jarak dengan rasa adil bagi masyarakat?


Kepedulian masyarakat akan kasus hukum yang dialami Prita Mulyasari contohnya, begitu memperlihatkan kepada kita secara gamblang, bahwa rakyat telah menunjukkan suara hatinya. Dukungan tulus masyarakat yang terus mengalir menandakan rakyat bersimpati sekaligus kecewa dengan proses penegakan hukum sekarang ini.
Di sisi lain kita melihat kenyataan, begitu sulitnya mencari cara untuk menjebloskan orang sekaliber Anggodo Wijoyo yang mengobok-obok ranah peradilan kita ke dalam jeruji besi. Sedangkan berbagai alasan akan dicari untuk memenjarakan Bibit -Chandra beberapa waktu yang lalu. Jelas ini menjadi sebuah poin yang perlu disoroti dalam rangka penegakan hukum di Indonesia.

Lantas bagaimana cara menciptakan rasa adil dalam masyarakat kita. Keadilan harus dicari bukan hanya secara yuridis, namun secara filosofis dan sosiologis. Bukan hanya yang tertuang di dalam undang-undang, namun lebih dari itu, keadilan harus digali dari lubuk hati masyarakat yang paling dalam, karena hukum ada untuk masyarakat, bukan sebaliknya.
Rupanya masalah penegakan hukum adalah hal yang paling penting dan dapat dirasakan, semakin baik penegakan hukum maka keadilan itu semakin terasa. Namun sekali lagi, kejadian-kejadian memalukan dan sekaligus memilukan kerap terjadi dalam praktek. Mafia hukum dan peradilan adalah salah satu yang mengakibatkannya.

Mafia hukum inilah yang terus menerus mengangkangi penegakan hukum kita. Jejaring mafia hukum seakan terus berkembang dan menjadi sumber masalah dan problematika bangsa. Bagai menguraikan benang basah yang kusut, sistem hukum yang tidak transparan dan belum ada penjeraan bagi para pelakunya semakin memperparah keadaan ini.

Mungkin kurangnya kapasitas dan rendahnya integritas serta lemahnya iman dan kepercayaan diri para aparat penegak hukum lah yang membuat penegakan hukum kita seakan jalan di tempat. Terlebih dengan sistem hukum yang kurang sehat membuat aparat yang baik sulit berbuat baik, sehingga ditakutkan aparat yang baik justru lambat laun juga akan berubah menjadi jahat karena dikelilingi oleh setan-setan peradilan.

Saya kira di negara ini terdapat banyak profesor dan ahli-ahli hukum. Maka keluarkan semua teori-teori hukum di gudang Anda dan tunjukkan bahwa kita bisa menata ulang hukum Indonesia. Jangan seperti selama ini, kepintaran yang digunakan sebagai saksi ahli yang membela koruptor dan penjahat lainnya demi sejumlah materi belaka. Mari sumbangkan pikiran untuk menyelamatkan negeri yang tengah dilanda multi-bencana ini.

Lalu dimanakah penegakan hukum itu sebaiknya bermula? Sudah tentu ada dua teori yang bisa kita cermati. Pertama Top-Down, maksudnya adalah penegakan hukum harus dimulai dari tempat terhormat di negara ini, yakni dimulai dari istana presiden dan jajarannya. Kedua adalah Bottom-Up, maksudnya penegakan hukum dimulai dari hal terkecil dari bangsa ini, yaitu pribadi masing-masing dengan menanamkan kesadaran hukum sedini mungkin.

Dengan perpaduan antara cara kuratif dan preventif diatas, Insya Allah, disertai dengan ridho-Nya dan tekad yang kuat dari kita serta sinergi seluruh aparat penegak hukum yang ada, maka Indonesia tentu saja bisa mengganyang para koruptor dan melibas mafia hukum serta perkara-perkara lainnya sehingga sedikit demi sedikit kita bisa menciptakan rasa adil yang diidam-idamkan masyarakat.

Jadi harus ada itikad baik dari seluruh stakeholder yang terkait, baik pemerintah maupun masyarakat bahwa harus bersama-sama bahu membahu mengatasi permasalahan ini. Dukungan moral sangat diperlukan, saling hina dan hujat-menghujat sudah cukup didengar. Indonesia sudah selesai melewati fase dekonstruksi bangsa, sekarang tugas kita adalah untuk rekonstruksi bangsa ini. Saatnya membangun kembali Bung!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Komentar