Pages

31 Oktober 2012

Menjaga Kedaulatan Budaya

Re-Publish Tulisan Jadul (part 7)
Ini adalah tulisan yang paling berkesan, saya buat secara tidak sengaja ditengah kemelut Budaya Indonesia-Malaysia pada 22 Agustus 2009 dan mendapat apresiasi dari dosen-dosen Fakultas Hukum dan Fisip Unlam. Dan Banjarmasin Post menerbitkannya pada 29 Agustus 2009 di kolom Opini.

“Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia” adalah petikan dari Alinea ke-4 dalam pembukaan UUD 1945 yang menyuratkan tujuan nasional bangsa Indonesia.

17 Agustus 1945, Bapak Bangsa menyatakan kemerdekaan Indonesia, artinya sejak saat itu kita menjadi bangsa yang berdaulat. Menurut Hugo Grotius dalam bukunya De Iure Belli Ac Pacis kedaulatan adalah suatu hak eksklusif untuk menguasai suatu wilayah pemerintahan, masyarakat, atau atas diri.  Sebagai bangsa yang merdeka tentu kita memiliki kedaulatan politik, kedaulatan ekonomi, kedaulatan pangan juga kedaulatan budaya dll.


Bhinneka tunggal ika, berbeda – beda namun satu jua. Apa gunanya banyak namun tiada manfaat, apa gunanya beragam corak budaya namun tak dapat kita jaga. Salah satu bukti ketidakbecusan kita menjaga kebudayaan nasional adalah sikap pasif yang kita tunjukkan ketika satu per satu kebudayaan yang kita miliki diklaim Negara lain sebagai milik mereka. Selain kebudayaan, kedaulatan Negara kita pun sering diolok-olok Bangsa lain.

Malaysia adalah negara yang paling getol mencari gara-gara dengan Indonesia. Tentu kita masih ingat ketika kasus dicaploknya wilayah Sipadan – Ligitan, kemudian kasus pengklaiman kebudayaan Indonesia seperti lagu Rasa Sayange, kerajinan batik, Reog Ponorogo sampai yang baru – baru ini yaitu Tari Pendet yang diakui Negara jiran ini sebagai budaya mereka. Belum lagi Malaysia yang memperlakukan tenaga kerja kita dengan tidak manusiawi serta sering memicu kontroversi di wilayah perbatasan Ambalat.
Permasalahannya adalah Malaysia yang terlalu berani ataukah Indonesia yang kelewat takut? Namun yang terlihat jelas adalah ketidakseriusan pemerintah RI dalam melindungi dan menjaga kekayaan tanah air. Bahkan dalam suatu wawancara, Mensesneg RI, Hatta Rajasa yang ditanyakan pendapatnya mengenai permasalahan ini pada salah satu TV swasta menyatakan bahwa hal tersebut tidak perlu dibesar-besarkan karena Indonesia mempunyai bukti bahwa kebudayaan tersebut adalah milik kita. Jika dicermati, tentu saja pernyataan beliau tidak mencerminkan kepedulian yang begitu mendalam terhadap kebudayaan nasional. Didalam pasal 32 UUD 1945 menyatakan, Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Pasal tersebut justru menyuratkan kewajiban Negara dalam memajukan budaya nasional, paling tidak  jangan sampai kebudayaan itu hilang satu per satu karena tidak mampu menjaganya. Menjaga saja tidak bisa, apalagi memajukannya.

Di era globalisasi sekarang ini setiap bangsa ditantang dalam hal ketahanan nasional. Sudah seharusnya pemerintah berbuat lebih aktif dan memelopori dalam hal menjaga khasanah bangsa ini. Petikan dari Pembukaan UUD 1945 diatas tadi hendaknya menjadi spirit untuk senantiasa menjaga tanah air ini, baik warga negaranya maupun kekayaan yang terkandung di dalam masyarakat itu sendiri. Tindakan pro aktif yang dimaksud adalah usaha pemerintah untuk mendata dan melabelkan hak cipta pada seluruh kebudayaan bangsa. Hal tersebut untuk mempermudah kita ketika ada permasalahan serupa di masa mendatang.

Protes pada Malaysia
Budayawan dan seniman Bali yang akhir – akhir ini dilecehkan dengan diklaimnya Tari Pendet oleh Malaysia sebagai bagian dari budaya Malaysia melancarkan protes. Lantas bagaimana sikap pemerintah? Adakah usaha advokasi untuk mempertahankan budaya ini? Hampir dapat dipastikan gelombang protes akan terus bermunculan di Indonesia karena Malaysia senang membuat onar, dalam bahasa Banjar disebut juga meulah gerigitan atau mambari muar. Perbuatan penuh hasut dan provokatif ini sangat tercela, mengingat Malaysia adalah negara tetnagga kita dan Indonesia sendiri masih serumpun dengan Malaysia.

Peran Media Massa
Kebudayaan bangsa ini sangat banyak, beragam dan bermacam. Karena itu sudah barang tentu bagi setiap lapisan masyarakat untuk turut berpartisipasi menjaganya. Masyarakat melalui media massa tentunya bisa menyuarakan solusi dan jalan untuk melestarikan budaya. Selama ini peran media massa sudah cukup baik, namun dengan adanya permasalahan yang ditimbulkan oleh Malaysia dewasa ini membuat kita harus berpikir lebih keras lagi agar kejadian serupa tidak terulang. Saat ini acara dan program tentang kebudayaan Indonesia yang ditampilkan di televisi cukup banyak, namun kurang intens dan masih belum merata. Belum merata disini maksudnya adalah kebudayaan yang diangkat di tv masih sekitar suku/ etnik yang itu – itu saja seolah – olah hanya itu yang kita miliki, padahal Indonesia ini kaya dan terbentang dari Sabang sampai Merauke. Sekadar saran, media massa hendaknya lebih menjamah budaya dan adat istiadat kita yang masih belum diekspos. Media Massa inilah sebagai amunisi yang tepat bagi kita dalam menjaga kedaulatan budaya. Katakan pada dunia budaya itu milik kita, siapa yang berani merebut maka akan kita perangi.

Lawan
Untuk memecahkan masalah tentunya harus mengutamakan jalan terbaik, musyawarah dan secara damai. Namun jika tidak berhasil juga, perang adalah jalan yang harus ditempuh untuk meraih kedamaian. Perang bukan hanya dengan otot, tetapi juga memanfaatkan otak. Kita harus lebih cerdik dan cerdas dari orang lain, jika tidak kitalah yang akan “diakali” dan ditertawakan bangsa lain. Tunjukkan siapa kita, dan kita mampu menjaga bangsa ini. KH Zainuddin MZ pernah berkata, musuh jangan dicari, tetapi kalau ada jangan lari. Spirit urang bahari hendaknya dijadikan teladan, bagaimana mereka membela dan merebut kemerdekaan dari tangan musuh. Ingat, Indonesia terlalu besar untuk tidak dihormati bangsa lain. Mampukah kita menjawab tantangan ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Komentar