Pages

31 Oktober 2012

Mengganyang Para Koruptor

Re-Publish Tulisan Jadul (part 5)
Tulisan ini sudah dikirim ke Banjarmasin Post pada tanggal 12 Desember 2009 untuk kolom Opini, tapi tidak dimuat :(

Peringatan Hari Antikorupsi Se-dunia memang telah berlalu pada 9 desember tadi. Namun semangat perjuangan melawan korupsi tidaklah terhenti disitu. Tidak hanya mahasiswa yang melakukan demonstrasi, berbagai elemen masyarakat pun tidak mau kalah dengan mengerahkan massa yang tidak sedikit. Beragam aksi dan gaya diperlihatkan dalam menyampaikan kritik, saran dan hujatan bagi aparat penegak hukum dan pemerintah yang dicap tidak becus menangani korupsi.

Ada yang spesial dari peringatan Hari Antikorupsi se-dunia tahun ini. Tidak lain adalah karena pernyataan kekuatiran Presiden RI bahwa aksi 9 desember ini akan berakhir rusuh dan membuat singgasana kekuasaannya “bergoyang”. Kekuatiran yang tidak terbukti tersebut memang sangat berlebihan dan terkesan malah menakut-nakuti masyarakat. Padahal tugas presiden adalah membuat negara ini menjadi aman dan tenang, bukan sebaliknya malah membuat panik.

Apa yang menjadi sebab aksi tahun ini begitu menarik untuk dicermati?
Seperti kita ketahui bersama dalam beberapa bulan ini kita disuguhi kabar berita tentang lemahnya penegakan hukum di Indonesia serta ada upaya pelemahan terhadap pemberantasan korupsi, mulai dari kasus Bank Century, upaya kriminalisasi terhadap pimpinan KPK (Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto), makelar dan mafia peradilan yang melibatkan Anggodo Widjoyo sebagai aktornya. Masalah beruntun ini membuat masyarakat yang sudah tidak bisa lagi dibodohi bereaksi, baik melalui dunia maya (baca: internet dan situs jejaring sosial) maupun dunia nyata.

Ada keraguan dari berbagai elemen masyarakat, bahwa praktek korupsi di negeri ini bisa diberantas. Terlebih dengan melihat kenyataan para oknum aparat penegak hukum kita yang justru terjerat dengan permasalahan suap dan sebagainya. Kalau kondisinya seperti ini, maka muncul pertanyaan di benak kita, mampukah kita mengganyang koruptor?
Presiden melalui program kerja 100 hari menetapkan bahwa pemerintah akan melakukan pemberantasan mafia hukum dan peradilan dengan membentuk satuan tugas (satgas) yang dibentuk presiden. Apakah ini bisa menjawab kebutuhan kita akan pemberantasan mafia peradilan dan mafia kasus khususnya kasus korupsi? Bisa kita lihat setelah satgas ini memperlihatkan prestasinya nanti.

Korupsi = Kejahatan Luar Biasa
Tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.
Mungkin sebagian besar dari kita sepakat akan bahaya laten korupsi ini. Yang jadi permasalahan adalah proses penjeraan bagi para koruptor sungguh tidak mencerminkan rasa keadilan apalagi jika dibandingkan dengan pelaku pencurian seperti pencopet dan maling ayam. Menurut saya koruptor itu lebih hina daripada maling ayam, sebab koruptor tidak hanya merampok seorang manusia akan tetapi merampok uang rakyat banyak. Seorang maling ayam sebelum masuk ke penjara biasanya babak belur dipukuli massa, sedangkan koruptor, jangan harap demikian justru penjara mereka ekslusif sehingga luput apabila kita mengira koruptor akan jera setelah mereka bebas.

Hukum memang telah mengatur sanksi bagi para koruptor melalui Undang – Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Akan tetapi besaran ancaman pidana kurungan dan denda yang ada tidak membuat para koruptor takut, terlebih jika mereka bisa “membeli hukum”.
Coba tanyakan saja kepada masyarakat, puaskah mereka melihat pelaku korupsi sebesar ratusan bahkan miliaran rupiah hanya dihukum belasan tahun penjara dan sejumlah denda? Masyarakat tidak akan puas, mengapa ini bisa terjadi, lantas apa solusinya?

Harus ada sanksi yang lebih berat bagi koruptor, paling tidak dengan sanksi tersebut masyarakat merasa puas dan orang yang berencana korupsi akan ketakutan dan berpikir ulang untuk melakukannya. Bukan hukum namanya kalau tidak memuat sanksi, dan sanksi tersebut harus berat. Yang terjadi sekarang justru sebaliknya, pidana kurungan tidak membuat mereka jera dan terkesan mereka malah menikmati jeruji besi ekslusif mereka.
Hukuman dari Tuhan bagi penjahat seperti koruptor memang ada nanti setelah hari kiamat. Tetapi karena ini menyangkut masalah kesejahteraan dan kemajuan pembangunan di negeri ini. Koruptor bagaikan tikus-tikus nakal yang menggerogoti kantong uang negara. Tikus ini harus diberantas dan dimusnahkan sekarang juga, kalau tidak, maka cepat atau lambat negara ini akan lumpuh.

Hukuman Mati
Sebenarnya inilah inti pesan yang disampaikan beberapa elemen mahasiswa dan masyarakat dalam berbagai rangkaian aksinya. Dengan menerapkan hukuman mati bagi pelaku tindak pidana  korupsi dapat menunjukkan keseriusan kita mengganyang koruptor ini. Maka rasa keadilan akan terlihat, bahwasanya sudah sepantasnya penjahat harta rakyat ini dihukum seberat-beratnya
Kita harus mendesak pemerintah dalam hal ini DPR RI untuk merevisi aturan sanksi dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sampai tujuan sanksi ini disetujui oleh DPR, maka dihimbau bagi masyarakat dan mahasiswa untuk tetap menyuarakan hal ini melalui berbagai kegiatan, aksi demonstrasi, kajian ilmiah seminar maupun diskusi. Mudah-mudahan ini bisa dijadikan solusi dalam gerakan mengganyang koruptor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Komentar