Universitas Negeri
tertua dan terbesar di Kalimantan Selatan, Universitas Lambung Mangkurat,
kembali mewisuda ribuan mahasiswanya pada hari Rabu (12/6) ini. Banyak orang
bilang, tamat dari studi adalah keluar dari satu permasalahan, namun akan kembali
masuk kedalam masalah dan pertanyaan baru : mau
jadi apa setelah ini?
Sumber data dari
BPS dan telah diamini oleh Menakertrans RI, Muhaimin Iskandar, disampaikan
bahwa sampai dengan Februari 2013 tercatat total pengangguran terbuka di
Indonesia mencapai 7,17 Juta orang dan sekitar 765.480 orang diantaranya
lulusan akademi dan universitas. (Sumber : Berita Resmi Statistik BPS Mei
2013). Berdasarkan fakta tersebut maka tidak dapat disanggah bahwa tingkat
pendidikan tidak menjamin seseorang terhindar dari pengangguran.
Semestinya dengan
tingkat pendidikan yang semakin tinggi dapat menjadikan kita memiliki
kompetensi dan kesempatan yang semakin baik pula, namun ‘pengangguran
intelektual’ ternyata tidak kunjung habis, justru mungkin semakin bertambah
seiring dengan banyaknya mahasiswa yang lulus dari bangku kuliah. Terdapat
beberapa faktor yang menyebabkan hal ini terus menerus terjadi.
Pertama, faktor dalam diri
mahasiswa itu sendiri, dimana belum mengoptimalkan diri sejak dini untuk
bersiap ke dalam siklus kehidupan yang semakin berat. Banyak mahasiswa bahkan
alumni yang belum bisa merubah pola pikir dan kebiasaan sewaktu masih sekolah
dan ketergantungan dengan orang tua, alhasil tujuan kuliah sebagai re-orientasi
tidak berhasil dan kesulitan memasuki fase dunia kerja.
Kedua, paradigma pendidikan di
perguruan tinggi yang belum memihak pasca studi peserta didik, misalnya kebijakan
hanya mengejar jumlah mahasiswa (kuantitas) dan cenderung abai terhadap
kualitas serta gagal memberikan kompetensi atau daya saing terhadap mahasiswa
calon alumninya. Mungkin kampus lupa, bahwa ia tidak hanya memikul tugas berat
dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi, tetapi juga bertanggung jawab secara moril
atas nasib para alumni-alumninya.
Ketiga, terbatasnya kemampuan
dunia usaha untuk menyerap alumni perguruan tinggi termasuk para fresh graduate. Hal ini sebagai dampak
dari tingginya tingkat persaingan antar dunia usaha, sikap efisiensi perusahaan
dan aspek lainnya sehingga tidak semua orang dapat ditampung di dunia kerja.
Keempat, pengangguran memang tidak
hanya terjadi di Indonesia, negara adidaya seperti Amerika Serikat dan negara
maju Eropa lainnya pun menghadapi masalah serupa. Namun hal itu tidak menjadi
alasan penghapus kesalahan atas belum berhasilnya kebijakan-kebijakan untuk
pengentasan pengangguran oleh pemerintah.
Dari beberapa
faktor diatas, jelaslah bahwa banyak hal yang mengakibatkan lulusan perguruan
tinggi tidak mampu bersaing dalam dunia kerja. Banyak yang harus direnungi,
banyak yang harus dilakukan, baik dari sudut pandang pemerintah, pelaku usaha,
perguruan tinggi dan utamanya adalah mahasiswa itu sendiri. Dalam fokus ini,
penulis hendak mengkritisi dari sisi kebijakan perguruan tinggi dan mahasiswa
para alumni saja.
Untuk para alumni maupun
mahasiswa yang masih dalam masa studi, hendaknya sesegera mungkin melakukan
re-orientasi pemikiran, merenungi tujuan hidup dan menyadari bahwa semakin
bertambahnya usia dan semakin dewasa, maka semakin berat pula tanggung jawab
yang akan kita pikul. Saya mengajak diri sendiri dan teman-teman, untuk
meningkatkan kapasitas dan kapabilitias diri sendiri, misalnya dengan mengikuti
organisasi, kursus ataupun pelatihan-pelatihan sembari menjaganya dengan sebuah
integritas, baik ke sesama manusia terlebih kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jangan
hanya berfokus untuk mencari pekerjaan dalam arti konvensional seperti menjadi
karyawan swasta atau pegawai negeri, tapi cobalah hal-hal baru dengan menggelorakan
semangat pantang menyerah dan jiwa entrepreneurship dalam arti luas. Seperti
pepatah Banjar, “Dalas hangit haram manyarah, waja sampai kaputing”.
Untuk perguruan tinggi,
khususnya kepada Universitas Lambung Mangkurat, hendaknya melakukan reformasi misi
pendidikan, yang tidak hanya mengejar tujuan pengajaran apalagi tujuan ekonomi,
akan tetapi pertanggungjawaban kampus pasca studi mahasiswa. Tidaklah cukup
dengan memberikan pendidikan kewirausahaan kepada mahasiswa. Namun yang harus
diubah itu adalah paradigma kampus sendiri, kampusnya lah yang mesti berpikir
entrepreneur. Unlam misalnya sampai dengan hari ini belum memiliki sebuah wadah
yang mampu melakukan link and match antara dunia pendidikan dan
dunia kerja, atau sebuah lembaga inkubasi bisnis untuk pengembangan
kewirausahaan mahasiswa dan masyarakat umum. Padahal dengan adanya lembaga
resmi semacam itu mampu mengurai benang kusut pengangguran intelektual dan membentuk
polarisasi informasi lowongan kerja, bahkan mampu mendongkrak akreditasi
kampus.
Di kampus lain seperti Universitas Airlangga dan
Universitas Brawijaya misalnya telah memiliki lembaga “Pusat Inkubator Bisnis”
dan “Job Placement Center” yang beroperasi sejak tahun 1995, inilah salah satu
aspek yang dapat membantu menjaga reputasi kampus mereka sebagai kampus dengan
akreditasi A, meskipun jumlah mahasiswa sangat banyak. Akhir kata, Unlam jangan
melihat kebawah, dalam arti terlena sebagai kampus terbaik di Kalimantan, namun
sudah saatnya maju ke depan demi nasib para mahasiswa-mahasiswanya. Selamat
Wisuda kawan-kawan, bersiaplah karena masa depan cerah menanti kita yang
berusaha dan bersungguh-sungguh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan Komentar